Selasa, 19 Februari 2013

Lika-liku Kehidupan




Oleh : Yulia


Jakarta, ( UBM NEWS ) – Hiruk piruk Kota Jakarta, debu jalanan tidak dihiraukan, demi untuk mencari sesuap nasi. Itulah nasib dari pengamen jalanan yang mengadu nasib di Kota Jakarta.

            Rabu, (3/1/13) dibawah panas terik matahari aku melangkahkan kaki di sudut-sudut Kota Jakarta untuk mengetahui lebih dekat kehidupan mereka. Sampailah aku di daerah Jakarta Barat, tepatnya di samping Mal Citra Land. Aku melihat kehidupan yang kontras disitu.
            Ada mal yang megah, gedung-gedung menjulang tinggi, tapi di sudut sana ada kehidupan yang jauh dari mewah. Di samping kali dekat Citra Land tinggallah Rangga 9 tahun bersama dengan kedua orangtuanya dan seorang adik.
Rangga baru duduk di kelas 3 SD, namun dia sudah bekerja untuk membantu orangtuanya mencari nafkah sebagai pengamen. Namun demikian Rangga tidak pernah patah semangat. Dia masih mempunyai cita-cita sebagai pemain sepak bola.
Dalam kehidupan sehari-harinya Ia pergi ke sekolah pukul 12.00-14.00 WIB. Ia  juga  rajin mengikuti bimbingan belajar dibawah bimbingan Suwarno Asmoro dari pukul 08.00-10.00 WIB. Setelah itu, Rangga ngamen sepulang sekolah hingga sore hari terkadang hingga malam hari.
Banyak orang merasa iba terhadap apa yang mereka lakukan, tetapi mereka senang melakukan seperti itu. Mereka bisa bebas tanpa ada yang mengatur, mereka mendapatkan uang dengan hasil ngamennya. Mereka hidup normal seperti yang lainnya, mereka bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok mereka.
Tetapi yang sangat disayangkan, jika mereka sudah nyaman dan tidak ingin berpindah dari zona nyaman mereka, saat tua nanti tidak akan ada perubahan dalam hidupnya, mereka hanya menjadi pengamen ataupun pemulung. Atau paling tinggi hanyalah menjadi supir angkot dan preman jalanan.


Pahlawanku Kak Asmoro
            Kak Asmoro. Ya, itulah yang Rangga dan teman-temannya panggil. Baginya Dia tidak hanya menjadi penyelamat tetapi juga sebagai figur ayah untuknya. Dimana Kak Asmoro selalu memperhatikan, dan menyayanginya seperti seorang anak.
“ Aku kenal Kak Asmoro dari kecil, karena Kak Asmoro suka berkunjung ke rumah kasih obat-obatan  jika ada orang yang sakit, kasih susu buat anak-anak, terus Kak Asmoro juga seperti ayah karena suka kasih perhatian sama anak-anak seperti aku, ” ungkap Rangga.
Sudah banyak orang mengenal Asmoro, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Setiap kali bertemu dengannya semua orang tersenyum gembira dan salim tangan maupun menyapanya.
Empat belas tahun sudah Suwarno Asmoro menjalani semuanya ini bagi anak-anak jalanan. Kepeduliannya terhadap anak-anak jalanan akan pendidikan dan kesehatan telah menggugah hatinya untuk menolong mereka dengan mendirikan sebuah sanggar Street Kids Ministry di Jl. Budi Raya No. 80b, Kemanggisan, Jakarta Barat.
Dengan sanggar ini anak-anak bisa belajar dan bermain. Selain ditempatkan sebagai tempat belajar sanggar ini juga ditempatkan seperti puskesmas bagi orang-orang yang sakit.
  “ Awal pendekatan dengan anak-anak jalanan banyak cara. Ada yang hanya berbincang-bincang lalu bisa menjadi akrab, ada juga yang lewat bantuan, misalnya ada keluarga yang sakit saya memberi bantuan seperti membawa keluarga yang sakit ke rumah sakit atau memberi obat,”  ungkapnya.
Anak-anak jalanan menjadi pengamen bukan karena mereka ingin menjadi seperti itu tetapi disuruh oleh orangtuanya. Sedangkan orangtuanya sendiri menjadi pengangguran dan hanya menerima uang dari hasil anaknya menjadi pengamen.
Lino adalah salah satu guru yang baru 3 bulan mengajar di SKM tersebut. Menurutnya menjadi seorang guru itu ada sesuatu daya tarik yang unik. Seorang guru tidak hanya memberikan materi-materi pelajaran tetapi juga bagaimana bisa bergaul dengan anak-anak.
Menurut pengamat ekonomi  Leo Alexander Tambunan,SE,MM seorang dosen Universitas Bunda Mulia, secara umum, tingkat kemiskinan di Kota Jakarta ini sangat tinggi dibandingkan tingkat provinsi lain.
Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki penghasilan tetap, tidak memiliki pekerjaan tetap, kekurangan sandang, pangan, papan, dan orang yang memiliki pendapatan 100 sampai 500 USD.
 Kemiskinan yang terjadi di Kota Jakarta karena tidak adanya latar belakang pendidikan, juga tidak mempunyai kesempatan bagi mereka untuk keluar dari zona nyamannya. Selain tidak memiliki kesempatan, mereka juga tidak mempunyai keinginan untuk maju “ yang penting hidup “.
Kedua faktor inilah yang menjadi faktor penting tingkat kemiskinan yang semakin meningkat. DPS menyatakan tingkat kemiskinan berkurang, itu bukan karena pemerintahnya tetapi masyarakatnya sendiri yang berjuang.
Anak jalanan yang hidup dijalanan yang keras, nantinya akan menjadi seseorang yang keras, brutal, sadis, nakal, tidak ada sopan santun dan pasti menjadi bodoh.
Orang-orang yang melihat mereka hanya selalu memberikan uang. Tidak memikirkan apa yang mereka berikan itu bagaikan morfin yang mengundang nikmat sesaat tapi berdampak buruk bagi mental dalam waktu panjang kedepan. Alhasil mereka terpenjara dengan situasi.
Jangan memberi ikan, tetapi ajari mereka cara memancing agar mereka dapat bertahan hidup. Jangan hanya memberi uang saja tapi beri mereka perhatian dan kasih, beri mereka pengajaran, makanan yang bergizi. Agar mereka dapat bertahan dan bertarung dengan kerasnya hidup.
Sedikit mengutip kata Asmoro, “agar kelak merekalah yang menolong mereka.”